ending…eng ing eng….end-ing-eng….

Ternyata setelah lumayan banyak yang heboh setelah membaca 2 part tulisanku tentang si “keledai”, yaitu yang ini dan yang ini, banyak juga yah yang penasaran gimana endingnya.
Koq setelah aku posting, masalahnya langsung sunyi senyap gitu, akunya juga langsung adem ayem aja, sudah clear kah semuanya?

Jadi gini, setelah 2 tulisan itu terposting dengan baik di tempatnya, suaminya dia tuh langsung panik kebakaran jenggot nyoba ngubungin suamiku, bb & pc nya pokoknya semua di japri lah, suamiku lagi tidur siang saat itu.

Suaminya ngajakin suamiku ketemu, tapi anehnya musti ke SMA 14 bener, mantan sekolah mereka dulu katanya.
Dan cuma maunya ketemu sama suamiku, berdua aja katanya…widiiiihh homok kah? 😛

Aku larang suamiku pergi.
Kebetulan sore itu ada sesi foto Dynda, kami ajak lah dia ke rumah mertua, dia menyanggupi, tapi dengan syarat mereka ngobrol di teras, lagi-lagi dia hanya mau berdua saja dengan suamiku…oke, aku izinkan 😉

Seperti sudah bisa ditebak alur ceritanya.
Lakon 3 tahun lalu kembali terulang, istri melempar batu ke rumah orang, tetangga marah-marah, suami maju ke depan menenangkan tetangga & meminta maaf, sementara istri cuci tangan dan bobok yang nyenyak…..hadeeehhh, 26 tahun loh padahal umur si istri ini 😉

Yah, jadi begitulah intinya.
Suaminya meminta maaf pada suamiku, mengakui bahwa ini semua memang sepenuhnya kesalahan istrinya yang tidak pandai menjaga kalimat.
Dan diakuinya pula memang begitulah sifat istrinya, selalu kebakaran jenggot kalo liat ada orang lain yang kehidupannya lebih baik dari dia.
Istilahnya SMOS gitu kali ya.

Senang Melihat Orang Susah
Susah Melihat Orang Senang

Yaaa wajar deh ya kalo emang gitu sifatnya.
Blom lagi suami bilang semenjak hamil anak ke-2 ini si istri emang rada ga stabil emosinya, ga tau deh maksudnya gimana emosi yang ga stabil itu, karena setauku walau lagi hamil, walau hormon lagi naik-turun, tapi kalo jiwa & batinnya sehat, tetep bisa donk ngendaliin emosi sendiri, mosok sampe beneran ga ketahanan tiap hari musti jadi kebiasaan wajib nyela rumah tangga orang.

Oh atau mungkin maksud suaminya itu sekarang si istri jadi rada stress kali ya, karena kan pasti kecapek’an ngerawat si sulung, blom lagi harus mikirin suami di luar beneran kerja kah, atau cuma duduk-duduk main gaple di kantin belakang kampusnya dulu, atau mungkin lagi kelayapan sama para mahasiswinya kah???

Ah balik ke topik, yang pasti kalau ditanya bagaimana perasaanku.
Jawabnya ya pasti biasa aja.

Aku seneng suaminya datang dan mengakui keburukan sifat istrinya.
Dengan begitu aku pun tak perlu berpikir keras tentang kapan & dimana aku atau kami pernah menyakiti atau mengusiknya, karena ternyata pemantik api & bensin menyatu dalam watak istrinya sendiri.

Kata lainnya, istrinya yang menyalakan api sendiri, istrinya yang menyiram bensin sendiri, dan istrinya pula lah yang terbakar sendiri.
Kami ternyata hanya mendapat efek panasnya saja karena mungkin jarak kami yang terlalu dekat dengan si “sumber api” ini.

Eits, tapi aku hanya merasa senang untuk sikap suaminya.
Jika ditanya apakah aku sudah memaafkannya?
Jawabnya tentu tidak mungkin belum untuk saat ini, mengingat toh bukan istrinya yang mengaku salah dan meminta maaf.
Meskipun setelah menikah suami & istri itu adalah satu, tapi tetap saja mulut yang memusuhi kami mulanya ada 2, bagaimana mungkin hanya satu yang meminta maaf saja sudah cukup….Oh tidak bisa 😛
Lagipula bukankah suaminya tidak meminta maaf langsung padaku kan? 😉

Dan jika ditanya andaikan suatu saat si istri bersedia datang langsung mengakui salahnya dan meminta maaf, apakah aku sudi memaafkannya?
Sejujurnya, sangat sulit untuk menjawab pertanyaan ini.
Belum lagi jika mengingat kembali semua kalimat2 penghinaannya sejak 3 tahun lalu, rasanya tak lagi mengenal dan berhubungan dengan mereka pun justru akan jauh lebih baik untuk semua pihak.
tapi mengingat para suami yang sudah berteman lama, mungkin aku akan memakai rasa hormatku pada suami dan penghargaanku pada pergaulannya yang bisa membuatku sedikit melunak.

 

Paku yang pernah ditancapkan ke dinding, meski telah dicabut kembali, tetap akan meninggalkan bekas lubang pada dindingnya

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *