Kemarin, 12 November 2014,
tepat 30 tahun usia Abu Dynda.
Layaknya seorang istri yang begitu mencintai pasangan hidupnya, ribuan do’a selalu terhatur dari kedalaman qalbu ini, semua untuk kebaikanmu tentunya, kekasih dunia akhiratku.
Aku menemukanmu pertama kali, dalam ruang bermuat ribuan orang dimana kau pasti tak melihatku, sementara aku di kejauhan melihat kau di atas sana, berpakaian rapi sejajar dengan para petinggi bermandikan kilauan lampu sorot yang menerangi.
Degub jantung berdebur tak menentu tanpa ku tahu apa arti semua ini, bagaimana mungkin ada debar kencang hadir, sementara mengenalmu saja aku tidak.
Selang beberapa bulan dari momen itu, aku kembali menemukanmu, kini dalam dimensi yang jauh berbeda.
Aku telah melupakan pria berjas rapi yang membuat jantungku hampir melompat beberapa bulan lalu.
Aku tak lagi mengingat postur setengah angkuh yang ku dapati waktu itu.
Bagaimana mungkin aku mengingat rupamu, jarak kita saja terhalang oleh ribuan orang saat itu.
Meski aku tak pernah mengingat sosokmu, tapi momen itu tak juga bisa menyingkir dari ingatan, mungkin begitu ya tandanya kalau kita ketemu jodoh (ssstt abaikan :-p ).
Di kesempatan berbeda kita dipertemukan kembali.
Yang di hadapanku kini,
Pria yang sama sekali belum pernah ku kenal,
Pria sederhana dengan semua ke‘apa-ada’annya,
Pria gigih yang mencintaiku dengan semua paket cela di diriku,
aku menjauh, ia mendekat, aku berlari, ia mengejar, aku sembunyi, ia mencari,
hingga tak tersisa ruang lagi kemana aku harus menghindar.
Lebihmu menutupi kurangnya aku,
Lebihku katamu menyempurnakan hidupmu (ah masa).
Katamu, “antara kita, mati datang tidak membelah”
Akupun berharap yang sama, mati tak menjadi soal, kita akan berjumpa kembali menyambung bahagia di Jannah Abadi.
Aamiin Allahumma Aamiin…
Zawjy,
hadirmu lah yang menghadirkanku,
hidupmu lah yang menghidupkanku,
cintamu lah yang membuat aku jatuh cinta,
Allah begitu menyayangiku dengan memberikanmu kepadaku.
Zawjy,
Aku masih mengingat jelas hari-hari kau membasuh sisa muntahku kala aku mengandung bayimu,
Aku masih mengingat jelas teh manis hangat yang selalu kau buatkan setiap muntahku mereda.
Aku masih mengingat jelas pijatan lembutmu di malam-malam setiap aku kelelahan, bahkan hingga hari ini.
Aku masih mengingat jelas pengorbananmu saat insiden di hari ke-4 pasca persalinanku 😀
Zawjy,
Aku berterimakasih untuk setiap sabarmu membimbingku,
Aku berterimakasih untuk setiap tetes keringatmu yang jatuh dalam menghidupiku,
Aku berterimakasih untuk setiap hela nafasmu mendengarkan celoteh tak penting dariku juga putri kecilmu, meski kadang kau sungguh penat dan sedang butuh istirahat 😀
Zawjy,
Aku menangis haru waktu membaca surat cintamu saat “Training Keluarga Samarah”,
Kamu jabarkan semua kurang dirimu, dan Kau puji semua kebaikanku,
di saat pasangan lain justru banyak melakukan yang sebaliknya.
Oh betapa beruntungnya aku diperistri oleh pria setulus dirimu.
Zawjy,
entah kamu tahu atau tidak,
Aku menangis haru saat kau begitu lahap memakan ikan goreng masakanku,
Kau kira aku sedang memasak ikan asin, padahal itu memang ikan yang ku masak dengan percobaan yang berlebihan hingga rasanya menjadi terlalu asin.
Jika aku bersuamikan orang lain, mungkin aku sudah habis dimaki saat menyiapkan santapan dengan rasa yang kacau balau seperti itu.
Oh betapa beruntungnya aku diperistri oleh pria sepositif pikiranmu.
Zawjy,
jika aku harus mengungkap syukur dan terimakasih,
tak akan cukup rasanya ku jabarkan satu per satu dalam tulisan ini.
Tapi, ada dua orang selain dirimu yang harus ku sampaikan pula rasa syukur & terimakasihku, mama & ayah, mertuaku, kedua orangtuamu, orang tuaku juga.
Mama & Ayah,
Terimakasih banyak karena sudah menghadirkan suamiku ke dunia ini,
Tak mungkin ku dapatkan pria sebaik putra bungsumu ini, jika tanpa keberhasilan tangan-tangan tulus kalian yang membimbing & mendidiknya.
Terimakasih banyak karena sudah mendidik suamiku menjadi pria yang sabarnya mampu meluluh lantakkan kerasnya aku,
Terimakasih banyak karena sudah memacu suamiku menjadi pria tangguh yang mampu mengubah malam menjadi pagi demi sesuap nasi untuk anak istri.
Mama & Ayah,
Terimakasih banyak untuk setiap cinta kepada kami,
Terimakasih banyak untuk setiap penerimaan terhadap kurangnya diri ini,
Terimakasih banyak untuk setiap nasehat berharga bagi keluarga kecil kami.
Mama & Ayah,
Mungkin belum banyak, atau bahkan memang belum ada yang bisa kami beri untuk kebahagiaan kalian,
Tapi percayalah, kami menaruh nama kalian dalam salah satu prioritas mimpi-mimpi kami.
Mama & Ayah,
Aku menyerahkan diri mengabdi & berbakti kepada putra bungsu kalian,
tak mungkin baktiku berarti jika tanpa bakti kepada kalian berdua juga,
karena suamiku tak mungkin memasuki surga-Nya jika tanpa membawa bakti kepada Mama & Ayah.
Mama & Ayah,
Aku mencintai putra bungsu kalian,
Tak mungkin aku cintaku bernilai tanpa aku mencintai kalian berdua.
karena suamiku tak mungkin memasuki surga-Nya tanpa Ridho dari Mama & Ayah.
Mama & Ayah,
Mohon Ridhai rumah tangga kami selalu,
Mohon dekap kami dalam cinta & do’a tulus kalian.